Senin, 20 Desember 2010

Kumat di Pagi Hari

Aku suka sekali melihat orang berlalu lalang baik di halte, terminal ataupun stasiun. Alasannya sey sepele, hanya karena aku dapat menemui berbagai macam orang di sana. Mulai dari orang yang berpakaian sangat rapi yang mungkin sebagian dari mereka akan pergi ke kantor, atau cewe yang berpakaian maching alias selaras dari ujung rambut sampai ujung kukunya yang kemungkinan akan pergi ke kampus (mau mejeng pa belajar mba ??), sampai orang yang berpenampilan cuek ala preman (padahal sey bukan preman). Dan seringkali kulihat jajaran penjual kaki lima yang sedang menjajakan jualannya, pengemis yang menjulurkan tangannya ke arah kita kadang sampai menarik-narik baju atau celana kita (nah lho ini mah udah menjurus ke pelecehan seksual namanya, kalo celanaku melorot gimana), bahkan pengamen yang silih berganti mendendangkan lagu andalannya (terkadang ada yang ga jelas sebenernya dia nyanyi apa nangis yang penting ada suara pikirnya).


Seperti pagi ini, tiba-tiba saja hobi unikku yang satu ini kumat. Di sebuah stasiun kereta univertsitas ternama yang ada di Jakarta ku salurkan hobiku ini. Saat ku tiba di antrian loket yang tidak terlalu panjang, sengaja kubeli satu buah tiket kereta ekonomi AC yang waktu kedatangannya lumayan lama. Saat tiba di depan penjual karcis segera kujulurkan uang seharga tiket tersebut. Setelah kudapatkan dan ku ambil kembaliannya dengan segera ku melaju ke arah penjaga tiket di sisi lainnya. Karena hobiku yang aneh ini, penjaga tiket tersebut bertanya kepadaku dengan wajah terheran-heran sambil mengambil tiketku untuk dibolongi, “Mbak, kereta ekonomi AC jurusan Bogor khan masih lama” dan dengan santainya kujawab,”iya Pak, saya tahu kok” (sambil cengar cengir ga jelas ku tinggalkan si penjaga tiket yang masih tampak bingung, mungkin dalam pikirannya aku ini salah satu orang yang lagi ga ada kerjaan kali ya, hahahaha).

Setelah berlalu dari penjaga tiket yang masih terheran-heran itu, aku mencari sebuah tempat duduk yang agak nyaman untuk memulai hobiku ini. Ya...aku harus berada dalam posisi yang nyaman dan terhindar dari grebekan aparat keamanan (eitz, apa coba), maksudnya sey biar tambah enak aja memperhatikan orang-orang dan sekitarku. Dan akhirnya kutemukan tempat itu ku bersyukur karena tempat itu tidak terlalu jauh dari tempat pemerikasaan tiket. Kenapa ? Karena aku males jalan lebih jauh lagi. Tak beberapa lama aku telah mendapatkan posisi nyaman tersebut dan mulai bersiap-siap memasang mata batinku dan indera keenamku untuk menerawang setiap orang yang akan lewat di hadapanku (agak sedikit lebay sey, yang pasti ga pake mata kaki lah ngeliatnya).

Hhhhmmmm.
Akhirnya pemandangan yang aku nantikan datang juga. Sebuah kereta ekonomi jurusan Jakarta memasuki stasiun dengan perlahan. Dan kulihat tepat dihadapanku ratusan manusia bergurumul di dalamnya, di tiap gerbongnya, di atas kereta, bahkan di luar pintu masuk, yang lebih ekstrim lagi ada yang bergelayutan dibagian ujung gerbong paling belakang (sumpah horor banged ngeliatnya, bergidik sendiri). Tiba-tiba terlintas di dalam benak kecilku saat ku melihat fenomena ini (bahkan bukan dalam benakku saja, mungkin di dalam benak setiap orang yang tidak melakukan adegan berbahaya itu), “apa mereka tidak takut jatoh atau apalah”. Sungguh tidak habis pikir, fenomena unik ini setiap harinya terjadi di sebuah kota metropolitan. Yach...demi sesuap nasi, demi sebuah pendidikan, demi sebuah tujuan hidup. Mereka sendiri mungkin tak pernah membayangkan akan melakukan hal seperti itu. Namun inilah hidup, harus melakukan sebuah pilihan atas segala pilihan hidup yang ada dihadapan kita masing-masing. Walau pilihan itu penuh dengan segala macam resiko yang sudah bersiap-siap menghadang di depan kita. Yach inilah bangsaku, bangsa yang aku, kamu, kita cintai.


Secepat kilat ku sadarkan diriku sendiri dari semua pertanyaan dan pernyataanku sendiri (dah kaya orang stres ney, nanya sendiri eeeh di jawab sendiri). Ku ambil buku catatan kecil dan pena di dalam tas. Segera ku goreskan semua yang sedang terjadi dihadapanku saat itu. Yach...sebuah rekaman cerita dari jejak penglihatan dalam hidupku. Jejak yang sengaja kurekam pagi ini dan sangat aku nikmati di dalam kesendirianku.

Kali ini sebuah kereta ekonomi jurusan Bogor berhenti tepat dihadapanku. Setelah beberapa kereta ekspres mondar mandir kaya setrikaan. Tiba-tiba saja serbuan lautan manusia kembali mencuri perhatianku. Mereka mulai menjejakkan kaki mereka di saat kereta itu mulai berhenti. Baik yang turun ataupun yang mau masuk tak ada yang mengalah karena semuanya sedang dikejar waktu. Akupun hanya duduk di bangku penonton melihat itu semua.

Kucermati dan kuperhatikan mereka satu persatu. Ada yang tesenyum menyambut pagi, ada juga yang cemberut dengan muka ditekuk berlipat entah karena apa. Ada pula wajah-wajah tanpa ekspresi yang berjalan lurus memandang ke depan tanpa memperdulikan apapun karena berusaha mengejar sang waktu. Dan apa kalian tahu, aku merupakan salah satu mereka yang tersenyum menyambut pagi ini. Tersenyum puas memandangi mereka satu persatu masih dari bangku penonton tentunya.
Aneh memang bagi sebagian orang. Tapi menurutku ini adalah salah satu cara bagaimana kita dapat mengerti orang lain, belajar menghargai hidup, melihat masalah dari sisi yang berbeda atau bahkan untuk mendewasakan diri kita.

Tanpa sadar aku sudah lama duduk di sini. Samping kanan kiriku sudah berganti orang beberapa kali. Tapi tetap saja aku masih ingin berlama-lama menikmati hobiku yang satu ini. Kerap kali kudengar perbincangan demi perbincangan yang tanpa kutahu judulnya telah keluar masuk telingaku. Mulai dari pebicangan antar rekan bisnis, antar teman, pacar, anak dan orang tuanya, atau orang yang tidak saling kenal sama sekali. Mereka berbincang untuk mengusir rasa bosan dalam menunggu kereta yang akan mengangkut mereka. Anehnya, aku sendiri sedang tak suka bercakap atau menyapa orang-orang disekitarku. Aku membiarkan diriku terbuai dan menikmati apa yang sedang aku lihat. Biarlah orang berpikir apa tentangku.

Jiahahahaha, sebenernya emang agak aneh sey, hobi ini tiba-tiba aja kumat, mendadak lagi, di pagi hari pula, di awal minggu yang menurut kebanyakan orang merupakan hari yang sangat menyebalkan. “I hate Monday”, begitulah rata-rata orang membuat status di akun jejaring sosial mereka. Tapi tidak bagiku, hari ini adalah hari yang menyenangkan. Bahkan aku mengucap syukur atas apa yang terjadi hari ini.
Tiba-tiba saja aku disadarkan oleh sebuah suara yang meneriakkan informasi, ”akan masuk di jalur satu dari arah utara kereta ekonomi AC jurusan Bogor”. Suara itu terus berulang beberapa kali dan akhirnya kereta jemputanku telah berada dihadapanku. Aku harus bergegas naik dan mengakhiri rekaman sebuah cerita di pagi hari yang telah terekam sengaja oleh mataku. Sebuah rekaman singkat di sebuah stasiun universitas ternama di Jakarta. Ku tinggalkan ini sebagai sebuah jejak singkat untuk mereka para pengguna jasa angkutan kereta api Jakarta-Bogor. Semoga rekaman jejak singkat ini mewakili semua cerita kalian tentang perjalanan di pagi hari.



Depok, 20-12-2010
Stasiun Universitas Indonesia


**luph naun**

Senin, 13 Desember 2010

**setengah mentari**



pagi ini sang mentari malu-malu menampakkan rupanya. dalam selimut awan bergeliat manja seakan ingin mengajukan cuti untuk hari ini. dan akhirnya aku lah yang dibuat bergidik menggigil kedinginan. sungguh tega si mentari pagi ini.

rupanya pagi ini sang mentari baru menjejakkan setengah dirinya. sehingga semuanya pun serba setengah. ya ... setengah siap. setengah keluar. setengah dingin. setengah berkasnya. namun yang kurasa sapa lembutnya tetap sempurna bagiku di pagi ini.

semua terlihat sama saja dihadapanku. seperti biasanya. mungkin bedanya karena sang mentari baru muncul setengah. mungkin karena sedang kebingungan sama sepertiku. mungkin sang mentari sedang gundah gulana. mungkin pula sedang berselimut bimbang.

sayangnya sampai sekarang sang mentari tetap saja masih setengah terjaga. membuat hari ini terasa semakin dingin. namun tetap saja ku kembangkan senyumku agar sebisa mungkin menggantikan hangatnya mentari.

Jumat, 03 Desember 2010

^P.E.S.O.N.A^



sementara yang lain terus terisi. disisi lain ada yang terus berkurang. dilain hal semua terus terekam. disisi satunya terhapus perlahan. dibagian lain ada yang datang tiba-tiba. namun sebaliknya ada yang pergi menghilang.

pesona itu sudah tak lagi membuat bangga si pemiliknya. dan sekarang bukan lagi rasa memiliki dan menghargai yang ada . namun telah menjadi sebuah obsesi dan ketidakpuasan. memang sudah bukan sebuah kebanggaan lagi yang didapati.

pesona itu sudah memudar seiring waktu. bukan karena termakan zaman yang terus berganti. namun karena tradisi juga telah memudar dalam tiap periode jejak kehidupan. dalam tiap hembusan nafas yang silih berganti. memang sudah memudar tak lagi menarik.

pesona itu sudah tak memikat hati. bukan karena tak cantik lagi. bukan pula tak elok lagi. namun sudah tak dihargai lagi kecantikan dan keelokannya. sudah bukan seleranya lagi. karena rumput tetangga jauh lebih cantik dan elok rupanya. memang sudah tak memikat hati dalam pikirnya.

pesona itu sudah tak dapat tersenyum sumringah. selalu saja menangis. selalu saja bersedih. tapi tetap saja tak ada yang peduli. bukan ingin menyakiti tapi telah tersakiti. maaf pun tak kunjung datang. tak ada yang pernah sadar ataupun tersadar. memang sudah hilang senyum sumringah dalam sepi.

padahal selalu saja memberi. namun tak pernah dihargai.
padahal selalu berusaha sedia. namun tak pernah dianggap ada.
padahal selalu setia. namun tak pernah dipedulikan.

selalu dan selalu saja seperti itu.
saking lelahnya hingga ingin beristirahat.
dalam pesona yang hanya tinggal diujung penghidupan.
dalam pesona yang terabaikan di setiap sisinya.




*
Perlahan aku akan pergi namun tak pernah berusaha lari
Entah sampai kapan terus jalani seperti ini hingga batas tak terhingga
Sungguh benar-benar telah mati dengan tak berbelas kasih
Oleh sebuah kata yang disebut keangkuhan dan keegoisan
Namun aku akan tetap pergi tanpa dendam pada si angkuh dan si egois
Akan terus mengingat walau ku pergi dalam setiap hembus yang terpatri janji di tiap zaman


*
pernah berpaling namun sebentar
elok rupa si tetangga sebelah
sambut dengan sebuah senyum tersungging
ohhh ,, namun ku salah sangka
nyatanya itu hanya sebuah ilusi saja
aku akhirnya tetap setia



**
ku persembahkan untuk pesona negriku ..
karena aku yakin suatu hari nanti pasti pesonamu akan kembali ..
menggemparkan seluruh dunia ..
melalui tangan anak negrimu ..
sang PESONA NEGRI ku ...

>.<